Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

mabdulkarimAvatar border
TS
mabdulkarim
Aksi Kamisan ke-815 Peringati 26 Tahun Tragedi Trisakti, Aktivis Tuntut Penuntasan
Aksi Kamisan ke-815 Peringati 26 Tahun Tragedi Trisakti, Aktivis Tuntut Penuntasan Pelanggaran HAM Berat


Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK) menggelar Aksi Kamisan memperingati 26 Tahun Tragedi Mei 1998 di seberang Istana Negara, Jakarta, Kamis 16 Mei 2024. Pada bulan Mei 1998, telah terjadi peristiwa yang menoreh kepeliaun terhadap perjalanan bangsa ini, dimana peristiwa ini dikenal dengan Kerusuhan Mei 1998. Pada peristiwa kerusuhan tersebut yang berkaitan terhadap suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA) yang terjadi pada 13-15 Mei 1998 di Jakarta dan beberapa kota di Indonesia. Kerusuhan tersebut dipicu oleh penembakan empat mahasiswa Universitas Trisakti di Jakarta Barat hingga mereka meninggal dunia, berdasarkan laporan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF), ada sekitar 1.000 orang tewas dalam kerusuhan tersebut, terjadi penjarahan toko, belasan orang hilang, dan terjadi juga pemerkosaan terhadap perempuan. TEMPO/Subekti.
IKLAN
TEMPO.CO, Jakarta - Aksi Kamisan kembali digelar untuk yang ke-815 kalinya di depan Istana Merdeka. Memperingati 26 tahun Tragedi Trisakti yang kelam bagi bangsa Indonesia pada 12 Mei 1998, aktivis HAM menuntut negara untuk menegakkan keadilan dengan mengusut tuntas kasus-kasus pelanggaran HAM di Indonesia.

Kerusuhan Mei 1998, yang dipicu oleh goyahnya ekonomi akibat krisis finansial Asia sejak 1997, mencapai puncaknya dengan Tragedi Trisakti, salah satu peristiwa pelanggaran HAM berat negeri ini.

Aktivis HAM Yakobus Mayong Padang menegaskan bahwa meskipun sudah 26 tahun berlalu, pelaku kekerasan tersebut belum pernah diadili. Amanat Reformasi yang dimaksudkan untuk menegakkan hukum dan HAM masih belum terlaksana sepenuhnya karena minimnya kemauan politik untuk menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM.

“Ada perlakuan yang tidak manusiawi, ada sekian banyak korban, sudah 26 tahun, ada sekian banyak petugas yang digaji negara yang tugasnya memberantas kejahatan dan lain sebagainya, tetapi sampai hari ini tidak pernah diadili siapa pelakunya,” ujar Yakobus, dalam orasinya di Aksi Kamisan pada Kamis, 16 Mei 2024.

Komnas HAM telah melakukan penyelidikan atas sejumlah tragedi yang terjadi pada Mei 1998, termasuk Trisakti, Semanggi I dan II, Kerusuhan 13-15 Mei 1998, serta Penghilangan Paksa. Kebrutalan aparat pada saat itu menyebabkan kematian empat mahasiswa Universitas Trisakti yaitu Elang Mulia Lesmana, Hafidin Royan, Heri Hartanto, dan Hendriawan Sie yang ditembaki aparat dalam aksi protes pada 12 Mei 1998.

Kemudian disusul dengan pelanggaran masif yang terjadi pada periode 13-15 Mei 1998. Catatan dari Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Peristiwa 13-15 Mei 1998 menyebutkan ada sekitar 168 orang yang menjadi korban rudapaksaan dan pelecehan seksual. Jumlah korban jiwa akibat tembakan, terbakar, dan penyiksaan bahkan mencapai 1.190 orang.

Meskipun beberapa pelaku telah dihukum, pertanggungjawaban negara masih dipertanyakan karena aktor intelektual kekerasan tidak diadili. Keluarga korban terus menuntut keadilan, namun terhambat oleh kegagalan negara dalam menindaklanjuti kasus-kasus pelanggaran HAM.

“Itulah sebabnya kita berdiri disini untuk menyampailan pesan kepada yang di seberang supaya kasus ini dituntaskan,” kata Yakobus.

Dalam Aksi Kamisan ke-815, JSKK (Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan) juga menyatakan Keppres Nomor 17 Tahun 2022 tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu menunjukkan bahwa Indonesia masih menjadi negara impunitas. Penyelesaian secara non-yudisial belum memberikan pemulihan yang memadai bagi korban.

Bahkan, tugas Tim Pelaksana Rekomendasi Tim PPHAM (Keppres 4/2023) sudah selesai. Namun, belum satu pun dari 12 perkara pelanggaran HAM berat yang diakui oleh negara dipertanggungjawabkan secara yudisial. Kedudukan Presiden hingga saat ini juga dinilai tidak kunjung memerintahkan Jaksa Agung untuk menindaklanjuti berkas penyelidikan Komnas HAM ke tingkat penyidikan.

JSKK menilai, bahkan usai terpilihnya pelanggar HAM sebagai Presiden RI 2024-2029 yaitu Prabowo Subianto, semakin menunjukkan kuatnya impunitas di Indonesia. Proses politik yang dipenuhi dengan kejanggalan juga menyebabkan praktik kejahatan terhadap warga sipil tidak pernah tuntas. Pemerintah seolah terus menolak memproses kasus pelanggaran berat HAM dengan dalih kurangnya bukti. Padahal, banyak saksi dan korban masih hidup, sementara terduga pelaku masih melenggang bebas di lingkaran kekuasaan.

Dalam momentum 26 tahun Reformasi, JSKK menuntut Presiden untuk membuktikan janji kampanyenya dalam menuntaskan kasus pelanggaran HAM secara hukum, memerintahkan Jaksa Agung membentuk Tim Penyidik ad hoc, dan memenuhi hak-hak korban secara menyeluruh. Mereka menekankan bahwa negara bertanggung jawab atas kejahatan kemanusiaan dan harus menuntut pelaku di pengadilan HAM sesuai amanat Reformasi dan Konstitusi.

“Membuktikan janji kampanyenya untuk menuntaskan kasus pelanggaran berat HAM secara hukum sesuai amanat Reformasi. Memerintahkan Jaksa Agung membentuk Tim Penyidik ad hoc sesuai Pasal 21 ayat (3) UU Nomor 26 Tahun 2000 untuk menindaklanjuti kasus yang telah diselidiki Komnas HAM. Memenuhi hak-hak korban dan keluarga korban pelanggaran HAM berat secara menyeluruh, termasuk hak atas kebenaran, keadilan, reparasi, dan jaminan ketidakberulangan,” demikian tertulis dalam Surat Terbuka JSKK, dikutip Kamis.
https://nasional.tempo.co/read/18686...aran-ham-berat

seruan aksi Kamisan...
koploplondo972Avatar border
koploplondo972 memberi reputasi
1
193
14
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan